Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 30 September 2014

Demokrat Asahan Kecewa UU Pilkada Melalui DPRD Disahkan

Tidak ada komentar :
KISARAN| Polemik Pilkada oleh wakil rakyat dikeluhkan pengurus Partai Demokrat Asahan. Menurutnya, demokrasi cara tersebut tidak melibatkan suara rakyat dan hanya suara wakil rakyat.

DPC Partai Demokrat Kabupaten Asahan melalui Bendaharanya Rohardian Aji Putra SKom mengaku kecewa setelah rapat dilaksanakan DPR RI memutuskan Pilkada kembali dilakukan melalui DPRD.

Rohardian yang juga mantan anggota DPRD Asahan mengaku kecewa karena Pilkada kembali melalui DPRD, bukan atas pilihan rakyat. Undang-Undang Pilkada telah disahkan oleh DPR RI melalui Paripurna beberapa hari lalu. Dalam rapat itu, Gubernur, Bupati dan Wali Kota akan dipilih melalui DPRD.

Menurut Rohardian, Pilkada dipilih DPRD merupakan pertanda mundurnya proses demokrasi di Indonesia. Seharusnya, kata dia, demokrasi harus melibatkan suara rakyat, bukan suara wakil rakyat di parlemen.

"Namun kita masih optimis, keputusan Pilkada melalui DPRD dapat ditinjau ulang melalui mekanisme judisial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) seperti yang diajukan Partai Demokrat," kata Rohardian kepada SUMUT24, Senin (29/9/2014).

Rohardian juga memuji sikap Partai Demokrat karena telah menjadi pioner untuk mengajukan judisial review ke MK. Menurutnya, langkah itu menunjukkan konsistensi partainya dalam memperjuangkan hak-hak rakyat dalam berdemokrasi.

“Saya berharap judisial review
 yang diajukan Partai Demokrat ke MK akan membawa perubahan, yakni Pilkada tetap dilakukan langsung. Sehingga rakyat lebih menentukan siapa kepala daerah yang patut dipilih. Karena akan menentukan proses pembangunan di daerah,”pungkasnya.

Sebelumnya, sidang paripurna pembahasan tingkat II RUU Pilkada di DPR RI berakhir voting terbuka. Dalam voting, ada 2 opsi yang ditetapkan pimpinan DPR, yakni tetap pilkada langsung oleh rakyat atau Pilkada melalui DPRD. Hasilnya, dari 361 total anggota DPR yang masih bertahan, sebanyak 135 anggota DPRD memilih untuk pilkada langsung, sedangkan 226 anggota DPR memilih pilkada oleh DPRD.

Demokrat sebelumnya memutuskan untuk mendukung pilkada langsung dengan catatan harus ada 10 perbaikan pada pelaksanaan pesta demokrasi oleh rakyat tersebut. Yakni melakukan uji publik atas integritas dan kompetensi calon gubernur, calon bupati, dan calon walikota; efisiensi biaya pilkada harus dan mutlak dilakukan; pengaturan kampanye terbuka; akuntabilitas penggunaan dana kampanye.

Kemudian, larangan politik uang dan sewa kendaraan partai, seperti kalau seseorang ingin maju dari partai A, biasa disebut mahar. Itu harus dilarang; larangan melakukan fitnah dan kampanye hitam; larangan pelibatan aparat birokrasi; larangan pencopotan aparat birokrasi usai pilkada; penyelesaian sengketa pilkada; pencegahan kekerasan dan tanggungjawab calon atas kepatuhan pendukungnya.

Dengan aksi walk out tersebut, suara voting dari 148 anggota demokrat kandas. Maka posisi kubu koalisi partai pendukung pilkada melalui DPRD di atas kertas dibanding koalisi pendukung pilkada langsung oleh rakyat.

Aksi walk out yang dilakukan Partai Demokrat pun dituding menjadi biang kerok disahkannya Undang-undang yang mengembalikan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara tidak langsung melalui DPRD.

Ketua Umum DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono pun dikecam, bahkan dibully di media sosial, meski SBY sendiri mengaku kecewa dan beralasan aksi walk out tersebut dilakukan tanpa restu darinya. (Her)

Tidak ada komentar :

Posting Komentar